OKI, BERITAANDALAS.COM – Keputusan Sekretaris DPRD OKI untuk memotong honor Rp 200 ribu setiap tenaga pendamping dewan selama perjalanan dinas telah dianggap sebagai tindakan yang tidak etis dan melanggar prosedur yang seharusnya diikuti.
Penindakan ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan, transparansi dan kesesuaian dalam pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan tugas dinas resmi.
Sebagai individu yang bertanggung jawab atas administrasi dan dukungan operasional dewan, sekwan seharusnya memastikan bahwa tenaga pendamping dewan mendapatkan akses dan dukungan yang diperlukan selama perjalanan dinas.
Pemotongan tenaga pendamping tanpa alasan yang jelas atau pemberitahuan sebelumnya, dapat mengganggu proses kerja dan kenyamanan anggota dewan yang bersangkutan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan klarifikasi terkait alasan dibalik pemotongan tenaga pendamping dan memastikan bahwa keputusan tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku tanpa merugikan pihak yang bersangkutan.
Komunikasi yang jelas dan transparan antara sekwan dan tenaga pendamping dewan sangat penting untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.
Seorang staf Sekwan di OKI, Rina (nama samaran) mengungkapkan, bahwa pemotongan dana tersebut terjadi secara berulang setiap kali melakukan perjalanan dinas, dengan alasan keamanan dana jika kehadiran wartawan dan LSM.
Namun, ketidakjelasan terkait penggunaan dana tersebut memunculkan pertanyaan serius. Welly Tegalega dari LIDIK OKI menegaskan, bahwa tindakan sekwan bersama bendahara mengindikasikan penyalahgunaan kekuasaan dan pemanfaatan situasi untuk keuntungan pribadi. Perbuatan ini akan dilaporkan ke pihak APH setelah klarifikasi ke Sekretaris DPRD OKI.
Sekretaris DPRD OKI Hilwen Hariwijaya mendapat kritikan karena dianggap acuh terhadap dugaan pemotongan dana tersebut, yang diduga dilakukan untuk kepentingan pribadi diatas kesulitan tenaga pendamping.
Investigasi media ini di lapangan menunjukkan adanya dugaan korupsi lain yang melibatkan pengadaan wallpaper untuk gedung dewan tersebut. Sehingga gaya hidup oknum petinggi-petinggi PNS di DPRD OKI diera kepemimpinan Hilwen tidak sejalan dengan kondisi masyarakat OKI. Hal ini menyoroti perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan sumber daya publik tersebut. (Mas Tris)