OKI, BERITAANDALAS.COM – Indikasi korupsi berjamaah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kayuagung Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) mencuat. Hal itu berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (LHP BPK) pada tahun 2021 dan 2022.
Berdasarkan data LHP BPK 2021 tersebut, tertera pembayaran insentif pasien Covid-19 diberikan kepada tenaga kesehatan (nakes) dan non nakes yang tidak memenuhi kriteria.
Hasil pemeriksaan atas dokumen pembayaran insentif penanganan Covid-19 diketahui terdapat realisasi sebesar Rp 1,3 miliar lebih, dengan rincian Rp 1.362.400.000 diberikan kepada 310 nakes dan non nakes yang tidak terlibat secara langsung dalam menangani pasien Covid-19.
Pembayaran insentif itu juga tanpa dilengkapi dengan Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas (SPMT), dokumen jumlah hari penugasan, dan jumlah pasien Covid-19 yang ditangani. Kemudian, mekanisme pembayaran insentif tidak berdasarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) nomor HK.01.07/MENKES/4239/2021 tahun 2021.
Hasil pemeriksaan atas mekanisme pembayaran insentif nakes dan non nakes yang dibayarkan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) menunjukan bahwa, pembayaran tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dalam Kredit Modal Kerja (KMK).
Dalam KMK disebutkan, sebelum insentif nakes penanganan pasien Covid-19 dibayarkan, dilakukan verifikasi atas usulan insentif yang dilakukan oleh tim verifikasi pada rumah sakit milik pemerintah.
Berdasarkan LHP BPK tahun 2022, justru Direktur RSUD telah mengusulkan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN sebagai pengganti pembayaran insentif yang tidak sesuai ketentuan tersebut. Sebaliknya, hal itu tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Pasalnya, pembagian insentif Covid-19 kepada nakes dan non nakes tidak secara merata.
Salah satu narasumber, yaitu nakes yang bekerja di RSUD Kayuagung yang meminta namanya tak disebutkan mengungkapkan, banyak permasalahan terjadi di tubuh RSUD Kayuagung. Bukan hanya permasalahan pembayaran jasa medis yang lamban, masalah insentif Covid-19 lalu juga ada manipulasi data.
“Insentif Covid-19 kemarin juga sudah tutup kasusnya, yang menerima uang Covid-19 disuruh tanda tangan di atas materai sepuluh ribu, yang isinya memang benar kami diberi insentif dan pihak rumah sakit tidak memotong. Ada juga pegawai yang tidak menerima insentif, ikut disuruh tanda tangan diatas materai,” ujar sumber ini kepada Beritaandalas.com, Senin (11/3/2024).
Sumber tersebut kembali menjelaskan, kebobrokan di dalam birokrasi RSUD Kayuagung bukan hanya insentif Covid-19 kepada nakes saja, sudah ada tercium permasalahan lainnya dari dulu. Akan tetapi diduga lemahnya aparat penegak hukum (APH) dalam menegakkan suatu masalah, mereka menganggap kasus tersebut seolah telah selesai dan mudah diselesaikan oleh beberapa oknum pejabat yang ada di RSUD Kayuagung.
“Rp 6 miliar itu bermula dari audit BPK. Ada temuan Rp 6 miliar dari klaim BPJS, banyak temuan dari SPJ bodong. Masalah ini sudah tercium oleh Kejaksaan OKI. 2 hari tercium, oknum RS cepat-cepat ke Kejaksaan. Setelah oknum itu ke Kejaksaan, baru tercium di wartawan setelah 5 hari. Tayang beritanya, kemudian tak lama linknya malah dihapus wartawan bersangkutan,” jelas dia.
Dia menambahkan, dirinya tidak memiliki bukti secara otentik, akan tetapi apabila memiliki link ke BPK baru bisa terbongkar semuanya.
“Mereka bisa menyelesaikan masalah ini di Kejaksaan. Jika mencakup OKI kan masih satu kawasan, mereka masih bisa melobinya, lain halnya jika sudah di pusat, tidak ada akses mereka ke sana,” tambahnya.
Awak media Beritaandalas.com mencoba untuk melakukan konfirmasi langsung ke RSUD Kayuagung, akan tetapi ruangan administrasi RSUD Kayuagung tampak terkunci tidak ada aktivitas sama sekali.
Sementara itu saat dikonfirmasi melalui via seluler ke Dirut RSUD Kayuagung Dr. Asri Wijayanti M.Kes, tidak ada tanggapan sama sekali sampai berita ini diterbitkan. (Ludfi)