OKI, BERITAANDALAS.COM – Pemberitaan abal-abal yang dibuat oleh oknum mengaku sebagai wartawan serta medianya tidak dapat dipercaya sebagai bahan asumsi, mendapatkan perhatian khusus dari Pimpinan Umum (Pimum) Beritaandalas.com Muhammad Ludfi, Senin (29/4/2024).
Ludfi menyampaikan, dirinya dalam satu pekan terakhir memperhatikan perkembangan pemberitaan di media sosial (medsos) maupun keluhan yang disampaikan langsung kepada dirinya.
“Dalam satu pekan ini saya sudah mendapatkan beberapa informasi, baik informasi yang disampaikan secara langsung maupun informasi yang saya cari sendiri dibeberapa grup Facebook,” kata dia.
Informasi pertama, lanjutnya, seperti ada oknum pegawai yang diketahui bekerja di salah satu instansi Pemkab OKI sering menyebarkan berita-berita ‘miring’ melalui akun Facebook pribadi miliknya.
“Yang membuat saya bingung, justru si oknum pegawai honorer itu sendiri menulis beritanya, sampai tayang di salah satu media online,” kata Ludfi menjelaskan.
Berikutnya, Ludfi juga mendapatkan informasi langsung dari sang keponakan yang bekerja di salah satu bank BUMN di OKI.
“Keponakan saya itu sharing, dia bertanya kenal tidak dengan foto salah satu oknum wartawan ini. Saya kemudian memberikan masukkan kepada dia, untuk menanyakan legalitas si oknum wartawan tersebut dari media mana berasal, atau tanya organisasinya tergabung dimana,” jelasnya.
“Untuk memastikan jika si oknum wartawan tadi sudah menjawab asalnya medianya, lalu cek langsung ke box redaksi, apakah namanya tercantum. Jika benar si oknum yang menghubungi itu benar-benar wartawan, persilakan sambut baik-baik apa yang bisa dibantu. Jika ia bertanya, maka jawablah, jika tidak jelas legalitasnya tidak usah ditanggapi,” tambah dia.
Ludfi memaparkan, pemahaman akan ciri-ciri wartawan abal-abal menjadi penting dalam menjaga integritas dan kredibilitas dalam dunia jurnalistik.
“Ciri-ciri wartawan abal-abal yang sering disebut wartawan bodrex, biasanya tidak memiliki badan hukum pers yang jelas, dan cenderung meremehkan etika jurnalistik,” paparnya.
Dikutip dari laman dewanpers.or.id, wartawan adalah sebuah profesi. Untuk menekuni profesi sebagai wartawan, seseorang harus memiliki pengetahuan (knowledge), mencakup pengetahuan tentang jurnalisme, pengetahuan umum, dan pengetahuan khusus sesuai bidang kewartawanan yang bersangkutan.
Seorang wartawan juga harus memiliki keterampilan (skills), antara lain mencakup keterampilan menulis, wawancara, riset, investigasi, keterampilan menggunakan peralatan. Dan yang paling penting, seorang wartawan harus memiliki kesadaran (awareness) yang mencakup kesadaran tentang kode etik jurnalistik, kesadaran hukum terkait pers, jejaring, lobi dan karir.
Sejak reformasi 1998, dimana media tak lagi dikontrol oleh pemerintah dan siapapun boleh membuat media pers, telah terjadi ledakan pertumbuhan media. Booming pertumbuhan media sepertinya menumbuhkan peluang bisnis baru.
Ada banyak pengusaha tergiur untuk mendirikan perusahaan pers dan merekrut wartawan-wartawan dari berbagai media untuk menjadi pemimpin redaksi di perusahaan pers baru mereka, dengan gaji yang lumayan menggiurkan.
Posisi pers dan profesi wartawan yang strategis rupanya menjadi incaran baru untuk mendapatkan uang secara mudah. Banyak mantan wartawan dan orang-orang yang sama sekali tak punya pengalaman di bidang jurnalistik nekad mendirikan perusahan pers dengan modal dengkul. Hal inilah yang menyebabkan maraknya pertumbuhan media yang kemudian lebih dikenal sebagai media abal-abal. Hal ini juga ditambah dengan mudah dan murahnya pengelolaan media online yang membuat ratusan dan mungkin ribuan media abal-abal memilih migrasi ke media online.
Media-media jenis abal-abal ini mempekerjakan wartawan secara sembarangan. Tanpa pernah memberikan pelatihan dan pembekalan keterampilan jurnalistik. Pemilik media memberikan kartu pers yang dibuatnya sendiri. Para wartawan minus kompetensi inilah yang oleh masyarakat disebut sebagai wartawan abal-abal.
Pada Hari Pers Nasional 2010 di Palembang, masyarakat pers mendeklarasikan Piagam Palembang. Menindaklanjuti hal itu, Dewan Pers bersama konstituen pada 2011 mencanangkan peningkatan kompetensi wartawan melalui uji kompetensi wartawan/jurnalis (UKW /J). Wartawan wajib memiliki sertifikat wartawan untuk menghadapi perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat terhadap kualitas jurnalistik dan industri media massa.
Dengan sertifikat ini, diharapkan para wartawan dalam melakukan tugasnya dapat menunjukkan kinerjanya secara profesional. Secara sederhana, uji kompetensi bertujuan untuk menjadikan seluruh wartawan Indonesia memiliki kompetensi, yang bisa diketahui dengan melakukan pengukuran atau ujian.
Profesi wartawan dituntut memiliki sertifikasi seperti halnya profesi lain. Ini penting untuk membedakan antara mereka yang sungguh-sungguh berprofesi wartawan, dengan yang praktisi atau mereka yang hanya berpura-pura menjadi wartawan dengan tujuan mendapat keuntungan finansial dan berbagai kemudahan layaknya seorang wartawan.
Dewan Pers mencatat sudah sekitar 15 ribu wartawan mengikuti uji kompetensi dalam tujuh tahun terakhir ini. Dewan Pers mengawasi langsung pelaksanaan uji kompetensi yang dilaksanakan 27 lembaga uji.
Dalam hal terjadi penyimpangan, Dewan Pers dapat membatalkan dan mencabut sertifikat dan kartu kompetensi wartawan yang bersangkutan.
Dalam peraturan yang ada disebutkan selain karena pelanggaran kode etik, sertifikat dan kartu dapat dicabut peserta uji kompetensi itu memberikan dokumen karya jurnalistik yang kemudian diketahui tidak benar atau bohong. Apalagi jika ternyata yang bersangkutan bukan jurnalis, karena tidak menjalankan tugas jurnalistik. Usulan pencabutan sertifikat dan kartu kompetensi wartawan dapat dilakukan atas masukan dari masyarakat, usulan atau rekomendasi dari perusahaan pers, organisasi wartawan, atau atas temuan Dewan Pers. (*)