SEMARANG, BERITAANDALAS.COM – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengajak pemerintah daerah (pemda) di Jawa Tengah untuk berperan aktif dalam mewujudkan Paradigma Administrasi Pertanahan Modern.
Dalam pertemuan dengan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota se-Jawa Tengah di Kantor Gubernur Jawa Tengah pada Kamis (17/4/2025), Menteri Nusron memaparkan empat klaster utama yang menjadi pilar sistem pertanahan modern, yakni land tenure, land value, land use, dan land development.
“Land tenure berkaitan dengan legalitas hak atas tanah, mulai dari sertifikasi, penyelesaian konflik, hingga reforma agraria. Pemda memegang peranan penting, terutama dalam menyusun subjek reforma agraria karena Gubernur dan Bupati/Wali Kota merupakan Kepala Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA),” jelas Nusron.
Ia juga menekankan peran strategis kepala desa dalam memastikan keabsahan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang kerap menjadi sumber awal konflik pertanahan.
“Banyak konflik bermula dari SKT yang tidak valid. Ini harus menjadi perhatian semua pihak,” ujarnya.
Dalam klaster land value, Menteri Nusron menjelaskan pentingnya membedakan Zona Nilai Tanah (ZNT) dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). ZNT yang diperbarui setiap tiga tahun, akan menjadi acuan utama dalam penilaian tanah, sedangkan NJOP disesuaikan setiap tahun.
“ZNT harus menjadi referensi utama dalam penilaian tanah. Pemda juga perlu berperan dalam menyosialisasikan informasi nilai tanah ini kepada masyarakat,” katanya.
Terkait land use, Nusron mendorong pemda untuk aktif dalam penyusunan dan pemanfaatan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), serta mengedukasi masyarakat agar menggunakan tanah sesuai peruntukan.
Sementara itu, dalam aspek land development, ia menekankan pentingnya pengendalian pembangunan melalui instrumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang sesuai tata ruang dan memperhatikan aspek lingkungan.
Di akhir pertemuan, Nusron menyoroti sejumlah kendala dalam pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Jawa Tengah, terutama terkait keterbatasan anggaran dan ketidakmampuan masyarakat membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
“Kami mendorong kepala daerah di Jawa Tengah mencontoh langkah Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang membebaskan BPHTB bagi masyarakat miskin ekstrem penerima sertifikat PTSL. Ini bentuk nyata keberpihakan kepada rakyat,” tutupnya. (*)