BERITAANDALAS.COM – Bagaimana pria muslim rela memeluk bom yang meledak demi menyelamatkan jemaat gereja. Pahlawan kemanusiaan dalam bertoleransi, kata-kata itu sangat pantas untuk disematkan kepada Almarhum Riyanto.
Tepat 23 tahun silam, pada 20 Desember 2000 tragedi bom di Gereja Eben Haezar Mojokerto Jawa Timur, berhasil digagalkan oleh salah satu pemuda bernama Riyanto (25) meskipun harus kehilangan nyawanya.
Riyanto pada saat itu sedang menjalankan tugas pengamanan bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser).
Riyanto pria kelahiran 23 November 1974 ini, pada saat itu tengah menjaga jemaat kristiani sedang khusyuk melaksanakan Christmas Eve, tradisi yang dirayakan oleh jemaat pada malam hari tepat sebelum Natal.
Riyanto bersama rekannya mendapat laporan adanya benda mencurigakan di sekitar area gereja berupa kantong plastik dan tas berisi bingkisan.
Riyanto kemudian berinisiatif mengambilnya dan menyerahkannya kepada polisi yang berjaga, namun setelah dicek ternyata bungkusan plastik tersebut berisi bom.
Polisi yang berjaga meminta semua orang menjauh dan berbaring. Namun, Riyanto malah membawa benda itu menjauh dari gereja sambil berusaha mengamankannya, benda itu lantas meledak dipelukannya hingga menyebabkan tubuhnya terlempar sejauh 30 meter, nyawanya tidak tertolong.
Dikutip dari akun media sosial X/Twitter @GUSDURians, kisah Riyanto pemuda muslim yang mati syahid pada Ramadhan ke-20, Riyanto berpamitan ke ibunya untuk tidak berbuka puasa di rumah. Pada saat itu bertepatan dengan tanggal 24 Desember, malam Natal. Ia akan berbuka bersama anggota Banser lain.
“Ia ingin berbuka sekaligus mempersiapkan penjagaan di Gereja Eben Haezer Mojokerto untuk membantu petugas. Aktivitas menjaga gereja sudah dilakukan sejak tahun 1996. Pada saat itu Gus Dur meminta Banser menjaga gereja buntut kerusuhan dan pembakaran gereja di Situbondo. Di tahun 2000 penjagaan penting dilakukan karena adanya sejumlah aksi teror. Pada 1 Agustus bom meledak di Kedutaan Filipina, Menteng. 13 September terjadi pengeboman di lantai parkir Bursa Efek (detik),” tulis akun X @GUSDURians.
Tulis @GUSDURians, Riyanto juga izin untuk tidak pulang pada malam harinya. Ia ingin beriktikaf di masjid selepas menjaga gereja.
“Di tengah penjagaan, ia mendapat laporan adanya benda mencurigakan. Ia pun mengambil benda itu dan menyerahkan ke polisi yang berjaga, saat berusaha mengamankan itulah, bom meledak. Tubuhnya terpelanting sejauh 30 meter. Tak lama kemudian bom kedua juga meledak. Tidak ada jemaat yang menjadi korban jiwa. Namun, Riyanto wafat. Tepat saat nuraninya terketuk untuk menyelamatkan kehidupan manusia.”
Nama Riyanto kemudian diabadikan sebagai nama jalan. Sosoknya menginspirasi kisah Soleh di film ‘?’ karya @Hanungbramantyo. Untuk Riyanto dan semua yang berjuang untuk kemanusiaan, Al-Fatihah.
@GUSDURians menambahkan, pernah satu waktu Presiden ke-4 Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid lebih akrab disapa Gus Dur, mendapatkan pertanyaan tentang hukum menjaga gereja.
“Kamu niatkan jaga Indonesia bila kamu enggak mau jaga gereja. Sebab gereja itu ada di Indonesia, tanah air kita. Tidak boleh ada yang mengganggu tempat ibadah agama apa pun di bumi Indonesia,” tandasnya. (Leni)