OKI, BERITAANDALAS.COM – Pengadilan Negeri Kayuagung memberikan vonis 15 tahun penjara kepada Angkasa alias Jang Kocot dalam kasus pembunuhan terhadap Saidina Ali, Selasa (2/7/2024).
Keputusan ini menimbulkan protes keras dari pihak keluarga terdakwa yang menilai Jang Kocot tidak bersalah.
“Saya tidak mengerti pengadilan seperti apa ini, dimana orang tidak bersalah malah dihukum 15 tahun penjara,” ungkap salah seorang anak terdakwa dengan nada kecewa.
“Ayah kami jelas-jelas tidak bersalah, mengapa dia dihukum seperti ini?” tambah dia.
Keluarga terdakwa menyampaikan bahwa mereka merasa tidak mendapat keadilan selama proses persidangan. Mereka menegaskan, akan melakukan demonstrasi sebagai bentuk protes dan juga akan mengajukan banding terhadap putusan ini.
Farida Leni, anak dari korban Saidina Ali, juga ikut angkat bicara. Dia menyatakan keyakinannya bahwa Jang Kocot tidak bersalah atas kematian ayahnya, dan menuntut pembebasan terdakwa.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kayuagung, Agung Nugroho Suryo Sulistio, yang memimpin sidang bersama anggota majelis Indah Wijayati dan Nadia Septianie, mengklaim bahwa kedua terdakwa, Hendra dan Jang Kocot, terbukti bersalah dalam kasus ini. Mereka dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
Hendri Hanafi selaku Kepala Kejaksaan Negeri OKI, menanggapi protes keluarga dengan mengimbau mereka untuk mengambil langkah hukum selanjutnya.
“Keluarga terdakwa Jang Kocot dapat mengajukan surat keberatan terhadap putusan ini melalui proses banding,” ujarnya kepada wartawan.
Peristiwa pembunuhan tersebut terjadi karena motif dendam dari pelaku Hendra terhadap korban, Saidina Ali. Insiden tragis itu terjadi pada 30 Oktober 2023 di Desa Padang Bulan sekitar pukul 23.30 WIB, ketika korban sedang pulang dari acara musik tunggal.
Pelaku memukul korban dari belakang saat korban mengendarai sepeda motor, lalu mengeroyok bersama rekannya. Keduanya ditangkap dengan sejumlah barang bukti, termasuk pakaian dan alat yang digunakan dalam kejahatan tersebut.
Keduanya dijerat dengan Pasal 340 dan Pasal 170 ayat 2 ke-3 KUHP yang mengancam pidana mati atau hukuman seumur hidup. Kasus ini telah memicu reaksi emosional dari masyarakat setempat dan memperkuat tuntutan keluarga terdakwa untuk keadilan yang lebih baik dalam proses hukum. (Ludfi)