OKI, BERITAANDALAS.COM – Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) telah memutuskan hasil sidang sengketa Pemilu di wilayah dapil VI Ogan Komering Ilir (OKI) yang meliputi Kecamatan Lempuing dan Lempuing Jaya, Kamis (6/6/2024).
Dalam pembacaan amar putusan tersebut, Hakim Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo, membacakan hasil ketetapan perkara nomor 246-01-12-06/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024.
“Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Hakim MK Suhartoyo.
Sebelumnya pada saat sidang MK tertanggal 29 Mei 2024, mendengarkan keterangan saksi/ahli, memeriksa dan mengesahkan alat bukti tambahan. Pihak pemohon yaitu dari Partai Amanat Nasional (PAN) mengajukan gugatan ke MK terkait adanya dugaan kecurangan hasil Pemilu 2024, tepatnya di dapil VI OKI.
Pemohon menggugat adanya dugaan penambahan suara yang dilakukan oleh pihak terkait, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dalam hal tersebut pihak termohon yaitu KPU Kabupaten OKI.
Pihak pemohon PAN melalui saksi Syarif Hidayat pada saat sidang MK tertanggal 29 Mei 2024 lalu menjelaskan, adanya ketidaksinkronan data yang mereka terima dibeberapa TPS yang tersebar di wilayah Kecamatan Lempuing dan Lempuing Jaya.
“Mohon izin yang mulia, saya ingin menerangkan beberapa point dan beberapa hal antara lain sebagai berikut, pada rapat pleno KPU tanggal 4 maret 2024 saksi di dalam rapat pleno menyampaikan bahwa PAN melalui caleg nomor urut 1 dapil OKI VI telah membuat laporan ke Bawaslu/ Laporan tersebut dibuat karena diduga PAN kehilangan 20 suara di TPS 2 dan TPS 3 Desa Tulung Harapan Kecamatan Lempuing,” katanya.
“Kehilangan suara tersebut terjadi diduga karena adanya kelalaian operator PPK Lempuing dalam menginput atau mengentri data. Kehilangan suara tersebut kami ketahui setelah melakukan pencermatan dan penyandingan data, antara C hasil dengan C salinan jumlah angkanya sama. Kemudian saat disandingkan antara C hasil dan C salinan dan D hasil kecamatan, jumlah angkanya berbeda. PAN berkurang 20 suara, kemudian PDIP bertambah 19 suara,” jelas Syarif.
Syarif menuturkan, berkurangnya suara PAN mengakibatkan kerugian bagi pihaknya dan menguntungkan bagi PDIP.
“Selanjutnya pada rapat pleno tersebut, saksi menyampaikan keberatan dan meminta kepada KPU untuk melakukan perbaikan. Kemudian, Ketua Bawaslu memberikan tanggapan bahwa secara internal pihak mereka setelah menerima laporan dari PAN melalui caleg nomor urut 1 di dapil OKI VI, melakukan pencermatan dan tracking data. Hasilnya, diakui bahwa saat disandingkan C hasil salinan dan D hasil kecamatan terdapat perbedaan angka. PAN kehilangan 20 suara dan PDIP bertambah 19 suara. Namun sampai berakhirnya rapat pleno hingga rapat pleno ditutup, pihak Bawaslu tidak menerbitkan rekomendasi kepada KPU untuk dilakukan perbaikan data,” tuturnya.
“Kemudian pihak KPU juga memberikan tanggapan dan menyampaikan bahwa perbaikan data akan dilakukan di rapat pleno tingkat provinsi, saksi tetap menyampaikan keberatan dan meminta perbaikan data dilakukan pada saat itu juga, karena di rapat pleno tingkat provinsi tidak ada lagi forum membahas tentang DPRD tingkat kabupaten, akan tetapi permintaan kami tersebut diabaikan dan rekapitulasi penghitungan suara tetap disahkan. Karena keberatan kami diabaikan, maka sebagai bentuk protes kami mengisi form keberatan, mengisi form kejadian khusus sekaligus kami tidak menandatangani D hasil pleno tingkat kabupaten yang mulia,” tambahnya.
Hakim Sidang Arief Hidayat Sempat Bertanya Kepada Pihak Termohon KPU Terkait Adanya Kebocoran Data Alat Bukti
Ketua Sidang Arief Hidayat sempat mempertanyakan kepada pihak pemohon terkait adanya data yang mereka terima, semestinya data tersebut untuk menjadi alat bukti pada saat persidangan di MK.
“Klarifikasi dulu, pada 29 April KPU membuka kotak suara dalam rangka untuk apa sih termohon, alat bukti kok pemohon sudah tahu. Pembukaan alat bukti itu diperuntukkan untuk apa toh, untuk mengundang, untuk menyaksikan di sidang Mahkamah Konstitusi kan, lah kok mereka sudah tahu memang dikasih. Apakah waktu itu dibagikan, lah kok sekarang tahu dari mana itu, kenapa bisa sampai tahu,” tanya Arief Hidayat.
Arief menjelaskan, dari mana pihak pemohon tahu alat bukti dan bisa menganalisis. Dirinya mengungkapkan bahwa hal tersebut bisa diperkarakan.
“Apakah waktu itu dibagikan, loh kok sekarang sudah tahu (pemohon) dari mana itu. Kenapa bisa sampai tahu itukan (alat bukti) dibuka itu mau dicopy untuk dijadikan bukti di persidangan mahkamah kan, kok sudah tahu itu gimana, kenapa bisa sampai tahu dan sudah dianalisis seperti ini, nah gimana ini dapat dari mana, kok bisa bilang KPU-nya. Ini ada yang tidak benar prosesnya, kacau ini pencurian atau bagaimana ini bisa diperkarakan pidana,” imbuhnya.
Komisioner KPU Kabupaten OKI, Antoni Ahyar dan Muhammad Amin membantah, pihaknya tidak merasa memberikan salinan kepada pihak terkait yang menyaksikan pada saat pembukaan kotak suara.
“Kami dari KPU tidak pernah merasakan untuk memberikan salinan atau mengcopy kepada pihak-pihak terkait yang menyaksikan, tidak pernah memberikan,” ungkap Antoni Ahyar.
“Tidak ada yang mulia, saya divisi hukum komisioner. Saya rasa tidak berani yang mulia,” tambah Amin.
Saksi termohon (KPU) Antoni Ahyar memberikan penjelasan pada saat proses rekapitulasi di tingkat kabupaten.
“Rekapitulasi tingkat kabupaten itu dimulai dari tanggal 1 sampai 4 Maret, untuk Kecamatan Lempuing dan Lempuing Jaya itu rekapitulasi di hari kedua tanggal 2, pada rekapitulasi di tingkat kabupaten tidak ada keberatan yang disampaikan oleh saksi dari PAN untuk rekapitulasi. Keberatan disampaikan pada hari keempat pada saat ditutup akan ditandatangani bersama,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua PPK Lempuing Alno Viano Harjanto menjelaskan, pihaknya telah mengetahui adanya beberapa TPS yang bermasalah pada saat penjumlahan dan penghitungan, akan tetapi pihaknya langsung memperbaiki masalah tersebut.
“Perlu saya sampaikan, perbaikan itu dilakukan ada penyandingan antara C plano dan C hasil itu kita perbaiki bukan di C planonya, itu kita perbaiki di Sirekap, dan itu kita perbaiki di 9 TPS, karena kita mengetahui ada TPS yang bermasalah. Karena yang dipakai itu C plano ada salah penulisan dan penjumlahan, jadi kita menghitung telinya disaksikan oleh semua pihak, sudah kita koreksi dan sudah diteken oleh semua,” pungkasnya. (Ludfi)