JAKARTA, BERITAANDALAS.COM – Dewan Pers beserta para konstituen dengan tegas menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang saat ini tengah digodok di Badan Legislasi DPR. Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2024).
Menurut dia, RUU penyiaran ini salah satu penyebab pers di tanah air menjadi produk pers tidak merdeka, tidak profesional, tidak independen, dan tidak akan melahirkan karya jurnalistik berkualitas.
“Secara substantif, kenapa kemudian kita menolak draf ini?. Yang pertama, ada pasal yang memberi larangan pada media investigatif. Ini sangat bertentangan dengan mandat di Undang-Undang 40 Pasal 4,” ujar dia.
Ninik menjelaskan, dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tersebut sudah tidak ada lagi penyensoran, pembredelan, hingga larangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas.
“Nah, penyiaran media investigatif adalah satu modalitas kuat dalam karya jurnalistik profesional,” tuturnya.
Alasan kedua adalah soal penyelesaian sengketa Jurnalistik. Dalam RUU itu, kata Ninik, tertuang bahwa penyelesaian justru akan dilakukan oleh lembaga yang sebetulnya tidak punya mandat dalam penyelesaian etik terhadap karya jurnalistik.
Dalam draf itu, disebutkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bisa menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran. Hal itu termaktub dalam draf Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024, tepatnya di Pasal 8A ayat (1) huruf q.
“Padahal, mandat penyelesaian karya jurnalistik itu ada di Dewan Pers dan itu dituangkan dalam undang-undang,” kata dia.
“Oleh karena itu, penolakan ini didasarkan juga bahwa ketika menyusun peraturan perundang-undangan perlu proses harmonisasi agar antara satu undang-undang dengan yang lain tidak tumpang tindih.”
Ketiga, dari sisi proses, RUU penyiaran ini menyalahi putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/puu-xviii/2020 bahwa penyusunan sebuah regulasi harus meaningful participation.
“Maknanya apa?, harus ada keterlibatan masyarakat. Hak masyarakat untuk didengarkan pendapatnya, hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya,” ujarnya.
Ninik mengatakan Dewan Pers selaku penegak Undang-Undang Nomor 40 tidak dilibatkan dalam proses penyusunan RUU penyiaran.
Kendati demikian, Dewan Pers dan konstituen menghormati DPR maupun pemerintah yang memang memiliki kewenangan secara konstitusional untuk menyusun sebuah regulasi, terutama yang berkaitan dengan persoalan pemberitaan pers. (*)