PALEMBANG, BERITAANDALAS.COM – Kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan seorang pengusaha ternama dari bisnis tambang batu bara ilegal di Muara Enim telah menghebohkan publik, diungkap Tim Ditreskrimsus Polda Sumsel.
BC (33) yang merupakan penambang ilegal asal Dusun Seleman, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, kini harus berurusan dengan hukum setelah terungkap bahwa kekayaan melimpah yang dimilikinya berasal dari hasil kejahatan penambangan ilegal.
Melalui bisnis tambang batu bara ilegal, BC berhasil mengumpulkan uang dalam jumlah besar yang kemudian dialihkan melalui berbagai cara, dengan tujuan untuk menyamarkan asal usulnya.
Modus operandi yang dilakukan BC sangatlah rapi. Uang hasil tambang ilegal tersebut tidak langsung digunakan untuk membeli aset-aset mewah. Namun, uang tersebut terlebih dahulu dimasukkan ke dalam rekening rekening bank yang berbeda beda. Setelah itu, uang tersebut ditransfer secara bertahap ke perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengannya.
Dengan cara tersebut, aliran uang menjadi sulit dilacak dan dihubungkan dengan aktivitas tambang ilegal.
Aset-aset rumah mewah dan barang mewah yang berhasil disita dari BC merupakan bukti nyata dari hasil kejahatan yang dilakukannya. Mulai dari rumah mewah, mobil-mobil mewah, hingga properti lainnya, semuanya diduga dibeli dengan uang hasil pencucian uang.
“Penyitaan aset-aset ini merupakan salah satu upaya aparat penegak hukum dan pemerintah untuk membekukan aliran dana hasil kejahatan dan mengembalikannya kepada negara,” ujar Kapolda Sumsel Irjen Andi Rian R. Djajadi melalui Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumsel Kombes Bagus Suropratomo, saat menggelar konferensi pers, Senin (21/10/2024).
Menurut Kombes Bagus, kasus pencucian uang ini menjadi sorotan karena menunjukkan betapa canggihnya modus operandi yang dilakukan oleh pelaku kejahatan ekonomi.
“Para pelaku kejahatan ini tidak segan-segan menggunakan berbagai cara untuk menyembunyikan hasil kejahatannya. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih serius dari aparat penegak hukum untuk membongkar jaringan pencucian uang dan membawa para pelakunya ke meja hijau,” tegasnya.
Bagus menambahkan, kasus ini juga mengakui pentingnya peran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam melacak aliran dana hasil kejahatan.
“PPATK memiliki peran yang sangat strategis dalam mendeteksi transaksi keuangan yang mencurigakan. Dengan adanya data yang lengkap dan akurat dari PPATK, aparat penegak hukum dapat lebih mudah mengungkap kasus-kasus pencucian uang,” jelasnya.
“Dalam kasus ini, PPATK telah bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk melacak aliran dana hasil tambang ilegal. Hasil analisis PPATK menunjukkan bahwa uang hasil kejahatan tersebut tidak hanya digunakan untuk membeli aset-aset mewah, tetapi juga diinvestasikan dalam berbagai bisnis,” imbuh alumni Akpol 1998 tersebut.
Mantan Kapolres 50 Kota ini kembali menjelaskan, pengungkapan oleh timnya menunjukkan bahwa kejahatan ekonomi seperti pencucian uang memiliki dampak yang sangat luas, tidak hanya bagi perekonomian negara, tetapi juga bagi sistem keuangan global.
“Kasus pencucian uang yang melibatkan bisnis tambang ilegal ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Kasus ini menunjukkan bahwa kejahatan ekonomi tidak hanya merugikan negara yang mencapai setengah triliun rupiah, tetapi juga dapat merusak citra suatu daerah,” tandasnya.
“Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya dari kejahatan ekonomi dan mendukung upaya pemerintah dalam memberantas kejahatan tersebut,” tutupnya.
Senada dengan Dirkrimsus, Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Sunarto yang mendampingi saat jumpa pers dengan wartawan menambahkan, untuk TKP tambang batu bara ilegal tersebut berada di Dusun II Desa Penyandingan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan.
“Tambang Ilegal tersebut masuk ke dalam HGU perusahaan PT Bumi Sawindo Permai (BSP) berdasarkan sertifikat HGU nomor 2 tahun 94 di afdeling 4 dengan izin konsesi IUP PT Bukit Asam, dan yang terjadi di lokasi stockpile kandang ayam yang terletak di Jalan Lintas Muara Enim Baturaja, Desa Penyandingan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim Sumsel,” ujar Sunarto.
Menurut Kabid Humas, potensi kerugian negara akibat kegiatan ilegal yang dilakukan oleh tersangka selama 5 tahun berjumlah lebih kurang 36 juta US Dollar atau Rp 556,8 miliar. (Ludfi)