PALEMBANG, BERITAANDALAS.COM – Aksi demo pencari keadilan kasus pembunuhan Saidina Ali yang menyeret terdakwa Angkasa alias Kocot beberapa bulan yang lalu di Pengadilan Negeri Kayuagung, mendapat perhatian publik dan berbagai media.
Dimana, pihak keluarga terdakwa Angkasa alias Kocot masih menuntut keadilan atas putusan hakim yang menghukum Angkasa alias Kocot dengan penjara selama 15 tahun penjara.
Hasil dari keputusan tersebut menuai protes pihak keluarga terdakwa, sehingga terjadi aksi demo masyarakat didampingi DPD IWO Indonesia (IWOI) OKI di depan kantor Pengadilan Negeri Kayuagung, diwarnai pelemparan BH dan celana dalam wanita atas kekecewaan terhadap putusan tersebut.
Perjuangan mencari keadilan keluarga terdakwa Angkasa alias Kocot bersama keluarga korban Saidina Ali tidak berhenti hanya disitu saja. Bahkan, pihak keluarga korban dan terdakwa bersama puluhan masyarakat yang dipimpin DPD IWOI OKI kembali menggelar aksi damai di depan kantor Pengadilan Tinggi (PT) Palembang, Rabu (31/7/2024), dengan membawa kain kafan yang dibungkus seperti pocong.
Aliaman SH selaku koordinator aksi menyampaikan, kami (DPD IWOI OKI) bersama puluhan masyarakat, keluarga korban Saidina Ali dan keluarga terdakwa Angkasa alias Kocot dalam kesempatan ini menyampaikan pendapat dimuka umum.
“Harapan kami agar Pengadilan Tinggi Palembang ini bisa mengambil keputusan yang seadil-adilnya terhadap perkara pidana nomor 89/Pid.B/2024/PN KAG. Karena Angkasa alias Kocot tidak pernah melakukan pembunuhan, kasus ini diduga salah tangkap,” tegas Aliaman.
Dengan ini DPD IWOI OKI bersama masyarakat memberikan pernyataan sikap:
- Mendesak Pengadilan Tinggi Palembang untuk memeriksa dan mengadili secara ulang perkara nomor 89/ Pid.B/2024/PN KAG atas nama Angkasa alias Kocot.
- Mendesak Pengadilan Tinggi Palembang untuk menolak dan membatalkan putusan sidang perkara yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Kayuagung, karena diduga tidak cukup alat bukti, dan majelis hakim Pengadilan Negeri Kayuagung pada saat membacakan putusan tidak pernah menutup sidang perkara Angkasa alias Kocot dengan ketukan palu tiga kali sebagaimana sidang-sidang seperti biasanya.
- Mendesak Pengadilan Tinggi Palembang untuk membebaskan Angkasa alias Kocot dari segala dakwaan dan mengembalikan nama baiknya. Karena Angkasa alias Kocot bukan pelaku pembunuhan terhadap Saidina Ali alias korban salah tangkap, apalagi pihak korban almarhum tidak pernah menuntut apapun terhadap Angkasa alias Kocot. Dan bahkan keluarga korban meminta hakim pengadilan untuk membebaskan terdakwa. Menurut keluarga korban, pelaku pembunuhan yang sebenarnya berinisial S dan R masih berkeliaran ditengah masyarakat.
- Meminta Pengadilan Tinggi Palembang untuk menolak surat kontra memori banding Jaksa Penuntut Umum pada surat kontra memori banding. Bukan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Kejari OKI, melainkan dari Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tulang Bawang.
- Meminta majelis hakim Pengadilan Tinggi Palembang untuk mengabulkan semua permohonan banding terdakwa Angkasa alias Kocot, bahkan jika harus kasasi maupun peninjauan kembali PK.
Mengakhiri orasinya, ia menyampaikan ungkapan terimakasih kepada pihak kepolisian yang telah mengawal aksi mereka hingga selesai, dan juga kepada perwakilan Ketua Pengadilan Tinggi Palembang yang telah memberikan waktu dan ruang guna menerima surat dari DPD IWOI OKI sebagai masukan atas perkara pidana nomor : 89/Pid.B/2024/PN KAG atas nama Angkasa alias Kocot.
“Kami yakin majelis hakim Pengadilan Tinggi Palembang pada persidangan dapat mengabulkan tuntutan atau pernyataan sikap kami, dengan memutuskan perkara Angkasa alias kocot tidak bersalah dan segera membebaskan terdakwa,” ucapnya.
Hal tersebut didasari fakta-fakta seperti, kesaksian Hendra tanpa didukung barang bukti Parang panjang yang digunakan oleh terdakwa Angkasa alias Kocot untuk ikut membacok korban Saidina Ali. Kesaksian Mizar selalu saksi kunci dalam kasus pembunuhan Saidina Ali sudah mengakui bahwa pembunuhnya bukan Angkasa alias Kocot, melainkan Hendra dan orang lain berinisial S dan R. Alat bukti diduga tanpa keterangan ahli forensik atau tanpa didukung hasil laboratorium forensik kepolisian.
Selain itu, fakta menarik lainnya dalam kasus pembunuhan Saidina Ali ini, terdakwa Angkasa alias Kocot tidak pernah mengakui tindak pidana yang dituduhkan kepadanya. Mulai dari penangkapan, BAP, penahanan hingga sidang putusan perkara.
Sementara anak korban Saidina Ali, Farida Leni, juga menyampaikan harapannya agar Ketua Pengadilan Tinggi Palembang bisa mengadili seadil-adilnya dan bisa membebaskan Angkasa alias Kocot dari segala tuntutan.
“Karena, saya bersaksi Angkasa alias Kocot bukan pembunuh ayah saya. Bahkan pembunuh ayah saya masih berkeliaran ditengah masyarakat. Lebih mirisnya lagi, pembunuh ayah saya mengancam akan ada korban berikutnya. Mohon kepada aparat penegak hukum untuk jadi catatan agar bisa menangkap pelaku pembunuhan ayah saya yang sebenarnya,” beber Farida Leni didepan aparat penegak hukum di Pengadilan Tinggi Palembang.
Masa aksi diterima oleh Pengadilan Tinggi Palembang. Namun karena ruang terbatas, pihak PT Palembang hanya menerima perwakilan anak korban, anak terdakwa, koordinator aksi dan koordinator lapangan.
Menanggapi aksi damai DPD IWOI OKI, Ketua Pengadilan Tinggi Palembang Nugroho Setiadji SH melalui Bidang Humas PT Palembang, Sohe, mengucapkan terima kasih atas penyampaian aksinya.
“Kemarin, DPD IWOI sudah memasukkan surat ke Pengadilan Tinggi Palembang, mengenai hal yang disampaikan. Terkait kasus tersebut, perkembangan perkaranya sudah masuk ke Pengadilan Tinggi dan sudah diregister pada tanggal 27 Juli 2024. Oleh pimpinan kami, telah menetapkan majelis hakim untuk menjalankan sidang perkara tersebut, bahkan sidang akan dilaksanakan Insya Allah pada tanggal 12 Agustus 2024,” terangnya.
Lanjut dia, jadi agenda untuk sidang pertama, apakah putus atau tidak belum ada kepastian, tergantung musyawarah di majelis hakim.
“Jadi pada prinsipnya, ketika perkara sudah masuk ke majelis hakim, otoritas atau kewenangan untuk memeriksa serta mengadili perkara itu jatuh kepada majelis hakim, jadi tidak ada otoritas atau kewenangan dari pimpinan kami. Tidak ada intervensi siapapun,” tandasnya.
“Perkara ini kan kasasi, jadi sebagai gambaran saja dipahami, inikan masuk dalam yurisdiksi, jadi majelis hakim Pengadilan Tinggi memutuskan perkara itu tentunya berdasarkan fakta. Fakta itu dibuktikan dengan alat bukti yang sah. Alat bukti yang diajukan oleh kejaksaan di persidangan itulah sebagai bahan pertimbangan hakim,” jelasnya.
“Pengertian itu harus ada keyakinan hakimnya, jadi alat bukti yang sah barulah hakim itu bisa memutuskan perkara itu terbukti. Kalaupun hakim tidak yakin dengan hal itu, kalau tidak yakin dengan fakta-fakta pendukung ya bebas, jadi intinya begitu,” tambah dia.
“Kami sudah paham, yakinlah, hakim-hakim disini Insya Allah integritasnya bagus semua. Intinya serahkanlah hasilnya kepada majelis hakim,” pungkas dia. (Ludfi)