Beranda Opini Korupsi di Indonesia Bak Penyakit Kronis

Korupsi di Indonesia Bak Penyakit Kronis

86
0
BERBAGI

Oleh : Rizki Hidayat (Mahasiswa UIN Bandung asal kota Palembang)

BERITAANDALAS.COM – Kasus korupsi di negara Indonesia sepertinya tidak pernah berhenti, bak penyakit kronis yang sudah sangat sulit untuk diobati. Bahkan kian hari kian merajalela tanpa ada efek jera. Entah siapa yang mesti disalahkan dalam hal ini. Si oknum koruptor kah? atau penegak hukum?.

Bahkan yang membuat miris lagi mereka yang terjerat kasus korupsi ini tidak jarang merupakan publik figur yang membuat kita semua menggelengkan kepala atas perbuatannya.

Meski upaya pemberantasan korupsi terus dilakukan oleh para penegak hukum di negeri ini, tetapi tetap saja hal itu tidak menghentikan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab ini mengurungkan niatnya untuk mencuri uang negara.

Berbagai cara dilakukan untuk memuluskan dan melancarkan aksinya melakukan korupsi di setiap ada kesempatan. Dan terkadang si oknum begitu pintarnya memanfaatkan waktu dan situasi yang ada dengan melibatkan berbagai pihak, sehingga korupsi yang mereka lakukan menjadi berantai dan berjamaah dengan memainkan peran masing-masing.

Yang tak kalah menarik disaat ulahnya mulai terendus dan tercium, si oknum juga sangat pandai berdalih dengan bersilat lidah seolah-olah mereka bersih, suci dan tidak melakukan hal yang ditudingkan. Meyakinkan publik jika mereka tidak berbuat korupsi, bahkan aparat penegak hukum pun dibuat panik karena harus mengumpulkan barang bukti yang akurat dan otentik.

Tidak jarang para koruptor juga mencoba menghilangkan barang bukti dengan berbagai cara agar terbebas dari tuduhan maupun tuntutan jeratan hukum pidana. Padahal keuangan negara cukup banyak dirugikan oleh perbuatannya yang berdampak pada perekonomian masyarakat semakin menurun.

Negara mengalami defisit dimana-mana hingga ke pelosok daerah. Akibatnya, rakyat menjadi korban, semakin menderita, kemiskinan pun terus meningkat. Kemudian terjadi ketimpangan sosial, merusak mental dan budaya bangsa, mendistorsi hukum, dan mempengaruhi kualitas pelayanan publik.

Korupsi sudah mengakar dan membudaya hingga sangat sulit untuk dicegah, karena terlalu banyak hambatan yang dialami oleh para pemberantas korupsi saat mencoba untuk membasminya. Yang mencengangkan lagi justru pemberantas korupsi malah ikut ditawarkan dan diiming-imingi kemewahan hasil korupsi tersebut agar menghentikan kasus yang sedang ditangani.

Ada diantaranya yang ikut terbuai dan menerima tawaran tersebut. Namun ada juga yang tetap pada pendiriannya bersikukuh memberantas korupsi hingga ke akarnya karena sudah merusak moral anak bangsa.

Apa jadinya jika negara ini memiliki generasi penerus yang tidak berakhlak hanya memikirkan kepentingan sesaat yang menyesatkan dan menyengsarakan orang banyak. Menghalalkan segala cara hanya demi untuk hidup mewah dan bergelimang harta hasil dari korupsi tanpa menghiraukan dampaknya bagi masa depan anak cucu di masa mendatang. Karena korupsi sangat mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. Dimana semakin tinggi angka korupsi disuatu negara itu maka akan semakin bobrok negara tersebut.

Begitu pula sebaliknya, jika angka korupsinya kecil atau bahkan tidak ada sama sekali maka dipastikan negara tersebut akan maju, sejahtera dan berakhlak. Masyarakatnya pun dengan bangga berkata, kami masyarakat sejahtera karena pemimpin-pemimpin kami semuanya penuh amanah dan tanggungjawab. Jangan sampai masyarakat menangis dan meratap nasib karena ulah koruptor yang membuatnya menderita.

Dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, korupsi dikategorikan diantaranya merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan dalam pengadaan, serta gratifikasi.

Sementara dalam pemberantasannya perlu dilakukan penegakan secara terintegrasi, adanya kerja sama internasional dan regulasi yang harmonis. Melihat korupsi yang masif dan daya rusaknya, maka sudah selayaknya seluruh komponen bangsa Indonesia untuk memerangi korupsi dan mencegahnya supaya tidak membudaya di negara kita. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here