OKI, BERITAANDALAS.COM – Tiga perkara pidana yang melibatkan tersangka M. Alwi, Ahmad Yani dan Husna akhirnya di restorative justice (RJ) oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Ogan Komering Ilir (OKI).
“Keputusan ini diambil setelah melalui serangkaian proses, diekspos perkara ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan hingga Kejaksaan Agung RI,” ujar Kejari OKI Hendri Hanafi SH MH melalui Kasi Intel Alek Akbar SH MH, Rabu (13/11/2024).
RJ diterapkan pada kasus pertama dengan tersangka M. Alwi, yang diduga telah melanggar Pasal 372 KUHP terkait penggelapan dengan ancaman hukuman penjara paling lama 4 tahun.
“Kasus kedua melibatkan Ahmad Yani yang melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dengan ancaman pidana 5 tahun penjara,” ungkap Alek.
Kasus ketiga, jelas Alek lagi, menjerat Husna yang diduga melanggar Pasal 351 Ayat 1 KUHP terkait penganiayaan ringan, yang diancam pidana paling lama 2 tahun dan 8 bulan penjara.
“Langkah RJ ini dimulai sejak Kejari OKI mengajukan ekspose perkara ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan pada 8 November 2024, melalui konferensi video,” terang Alek.
Usulan ini kemudian disetujui untuk diajukan ke Kejaksaan Agung. Pada 11 November 2024, ekspose kasus dilakukan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dan disetujui untuk dilaksanakan RJ.
“Penerapan RJ dalam tiga perkara ini memenuhi syarat sesuai Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ,” tandas Alek.
Yaitu, tambah Alek, tersangka belum pernah dipidana, ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, adanya perdamaian antara tersangka dan korban, kerugian di bawah Rp 2.500.000, serta respons positif dari masyarakat.
“Hingga pada hari ini, Kejari OKI menyerahkan surat persetujuan penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif yang ditandatangani Kepala Kejaksaan Negeri OKI Hendri Hanafi SH MH,” ujar Alek.
Surat tersebut, menurut Alek, diserahkan oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Umum kepada para tersangka di Rumah Restoratif Kejaksaan Negeri OKI.
“Langkah ini sejalan dengan asas ultimum remedium dalam hukum pidana, yang menempatkan pidana sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum,” ungkap Alek.
Dengan RJ, sambung Alek, para tersangka diharapkan dapat melakukan introspeksi diri dan kembali diterima ditengah masyarakat, membawa harmoni dan mendorong pemulihan di antara pihak yang terlibat. (Ludfi)