OKI, BERITAANDALAS.COM – Menindaklanjuti aksi demonstrasi masyarakat Desa Darat, Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) beberapa waktu yang lalu, terkait penjualan lahan milik ratusan warga Desa Darat yang dilakukan oleh sejumlah oknum pejabat desa kepada perusahaan PT Berkat Sawit Darat. Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir (Pemkab OKI) menggelar rapat mediasi yang mengundang beberapa pihak terkait, bertempat di Ruang Rapat Bende Seguguk (RRBS) II kantor Pemkab OKI, Selasa (1/10/2024).
Dari hasil rapat tersebut disimpulkan, bahwa pihak Pemkab OKI mengembalikan permasalahan itu kepada pihak terkait, seperti warga, oknum Ketua RT 19, oknum kades dan camat.
Pemkab OKI juga memberikan waktu selama 14 hari kedepan kepada pihak pemerintah kecamatan untuk melakukan musyawarah antara pihak perusahaan, warga Desa Darat, yang didampingi oleh Forkopimcam.
Ketua BPD Desa Darat, Harizal mengatakan, pihaknya telah mengikuti secara langsung proses rapat mediasi yang dilakukan Pemkab OKI berdasarkan surat undangan resmi. Kesimpulan dari hasil rapat ialah, pihak perusahaan melakukan sosialisasi ulang, memberhentikan semua aktivitas di lahan milik masyarakat saat ini.
“Solusinya pihak PT disuruh sosialisasi ulang di desa paling lambat dalam waktu 2 pekan harus selesai, dikomandoi pihak kecamatan,” kata Harizal kepada Beritaandalas.com.
Harizal menjelaskan, dirinya bersama ratusan warga Desa Darat sangat resah dan akan menolak keras apabila terjadi negosiasi dari pihak pemerintah kecamatan, desa dan perusahaan, jika masih menginginkan lahan mereka.
“Harapan masyarakat, ingin PT itu keluar dari Desa Darat. Baru ingin masuk saja sudah membuat ratusan warga resah, apalagi sudah masuk, bisa menginjak kepala kami,” jelasnya.
Sementara itu, warga Desa Darat lainnya, Sanusi mengatakan, sebelumnya sudah ada sosialisasi yang disampaikan oleh pihak PT dan kades kepada mereka. Lanjut dia, pihaknya sudah menolak, akan tetapi perusahaan justru memasukkan alat berat ke lahan mereka.
“Jelas rakyat sudah tidak setuju mengapa bisa ada aktivitas itu, kecurigaan kami yang pasti ada dua pihak terkait yaitu oknum kades dan Ketua RT 19, karena proses itu hanya mereka yang tahu mengurus penerbitan 147 SPH, ditandatangani juga oleh oknum camat, tanpa sepengetahuan rakyat tiba-tiba bisa terbit,” jelas dia.
“Ada juga dari 147 SPH, sekitar 3 warga terjebak karena menandatangani surat itu, ternyata dibawah surat tertera transaksi jual beli. Pada saat tandatangan, surat dibawah itu ditutupi,” katanya lagi.
Dirinya menjelaskan, paling banyak dari total 147 SPH yang terbit rata-rata masyarakat yang tidak punya lahan, hanya modal mengumpulkan kartu keluarga dibuatkan SPH, lalu mendapat dana kompensasi ganti rugi penjualan lahan Rp 11 juta, akan tetapi baru menerima Rp 2 juta.
“Saya tidak ikut membuat SPH, cuma lahan saya kena serobot oleh perusahaan. Sebelumnya pihak perusahaan sudah beraktivitas, waktu itu sudah saya peringatkan kepada pihak perintis perusahaan sebelum melakukan penggarapan izin dulu kepada saya, jika ingin melakukan penggarapan didekat lahan saya. Tiba-tiba ada warga melapor bahwa lahan saya digarap. Ketika saya lihat, pihak perusahaan sudah menggarap lahan saya lebih dari 50 meter untuk dikelola tanpa sepengetahuan saya, jadi saya suruh stop, karena itu lahan hak milik saya,” jelasnya.
“Pastilah kami juga curiga dengan oknum camat. Jika camat jeli, dia tidak akan menandatangani untuk menerbitkan 147 SPH. Tanggapan camat, kades sudah tanda tangan, rakyat sudah mengesahkan, kami tetap curiga, beberapa masyarakat minta contoh surat fotocopy atau arsip penerbitan 147 SPH, orang kecamatan tidak ingin memberikan satu contoh surat itu. Harapan kami seluruh masyarakat menolak,” pungkas dia. (Ludfi)