PALEMBANG, BERITAANDALAS.COM – Ketua Dewan Kehormatan (DK) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumsel, H. Ocktap Riady SH, meminta wartawan yang tergabung di PWI selalu menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Hal Ini dinyatakan Ocktap ketika dimintai pendapatnya mengenai satu pemberitaan media online yang membuat judul bombastis dan menghakimi.
“Tolong, jika masih ingin bergabung di PWI Sumsel, taati kode etik jurnalistik,” ujarnya di kantor PWI Sumsel, Jalan Supeno No 11 Palembang.
Menurut Ocktap, ada 11 pasal KEJ yang harus dibaca, ditaati dan diterapkan di dalam suatu pemberitaan.
“Jangan sampai berita yang wartawan turunkan atau terbitkan itu melanggar KEJ,” ujarnya.
Menurut Ocktap, akhir-akhir ini banyak berita yang melanggar pasal pasal kode etik, diantaranya Pasal 1 yang menyatakan wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk. Juga melanggar Pasal 3 yang menyatakan wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
“Termasuk juga saat ini saya lihat banyak pelanggaran Pasal 3 KEJ yakni menyatakan wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul,” ujarnya.
Ocktap juga menilai, banyak wartawan yang tidak paham soal mengapa wartawan harus menerapkan asas praduga tidak bersalah.
“Judul beritanya menghakimi seseorang. Kata-kata serakah, tukang korupsi, tukang cabul, tutup mata dan lain-lain masih dipakai sebagai judul berita. Jelas hal ini sudah menghakimi seseorang. Bayangkan saja jika judul beritanya, ‘Serakah, Kades Makan Duit Dana Desa’, apakah itu bisa dibenarkan dan jelas akan merugikan nama baik seseorang,” ujar Ocktap.
Ingat, lanjut Ocktap, wartawan itu bukan polisi, bukan jaksa ataupun hakim yang bisa memvonis seseorang bersalah.
Ocktap juga mengingatkan agar wartawan tidak membuat berita bersambung seperti cerpen.
“Ini berita di bawahnya ada tulisan bersambung. Maksudnya apa, supaya minta tidak dilanjutkan lagi dengan imbalan uang, bahaya ini. Berhentilah melakukan hal-hal yang menjurus ke indikasi pemerasan ini,” ujarnya tegas.
Mengenai berita asusila, Ocktap juga mengatakan, wartawan harus menyimpan identitas yang menyangkut korban, atau tersangka yang masih dibawah umur.
“Ini ada berita soal perselingkuhan, foto bayi dipajang. Selain melanggar kode etik juga melanggar pedoman pemberitaan ramah anak,” ujarnya.
DK Sumsel, lanjut Ocktap, dalam waktu dekat akan membuka pengaduan secara online kepada semua masyarakat yang keberatan terhadap pemberitaan media yang melanggar KEJ dan UU Pers.
“Jika ada pengaduan soal pemberitaan yang tidak berimbang, tidak konfirmasi, judul menghakimi, dan lain lainnya yang tidak sesuai kode etik, silahkan diadukan. Kami akan memeriksanya. Jika benar ada kesalahan akan diberikan sanksi mulai dari teguran tertulis, teguran keras atau usulan pemberhentian dari anggota PWI. Jika dia sudah lulus uji kompetensi wartawan dan masih melanggar kode etik, kartu UKW-nya akan diusulkan untuk dicabut,” tegas Ocktap.
Ocktap juga menyatakan, ketegasan DK perlu dilakukan untuk menjaga nama baik PWI.
“Kita ini profesinya wartawan. Ada kode etik, peraturan perundangan dan aturan lainnya yang perlu ditaati sebelum membuat berita atau menerbitkan berita tersebut. Jangan hantam kromo, jangan nembak pucuk kudo, jangan memfitnah, jangan menghakimi. Terbitkan berita sampai konfirmasi lengkap didapatkan,” ujarnya.
Ocktap yang merupakan mantan Ketua PWI Sumsel dua periode dan mantan Ketua Pembelaan Wartawan PWI Pusat itu juga menyatakan, jika tulisan wartawan sudah benar, sudah menanti KEJ akan dibela sampai kapanpun tapi jika melanggar itu merupakan resiko sendiri.
Saat ini DK Sumsel dipimpin Ocktap Riady sebagai ketua, Jon Heri sebagai sekretaris, Yurdi Yasri, Helmi Apri dan Nasir sebagai anggota. (Ludfi)