OKI, BERITAANDALAS.COM – Kanwil Kemenkum HAM RI harus bergerak cepat dalam pemberantasan peredaran narkotika yang kini kian merambah di Lapas-Lapas yang ada di wilayah Kemenkum HAM RI Sumsel.
Seperti halnya dijelaskan Ketua LSM SIRA Sumsel, Rahmat Sandi Iqbal SH, didampingi koordinator lapangan, Rahmat Hidayat SH, yang mengendus kabar tak sedap jika di Lapas Kelas II B Kayuagung Kabupaten OKI Sumatera Selatan marak jual beli narkotika secara bebas di kamar para narapidana. Bahkan tak jarang dijadikan tempat ajang pesta narkoba di kamar narapidana yang ada di Lapas tersebut.
Ironisnya, peredaran narkotika ini diduga kuat melibatkan oknum sipir pegawai Lapas guna melancarkan aksinya.
Dugaan jual beli narkotika ini diketahui jenis sabu dan ineks yang dijual bebas oleh oknum napi.
Dijelaskannya, kamar napi pengedar maupun pemasok narkoba ini berbeda dari kamar napi lainnya. Dimana kamarnya mendapat perlakuan khusus, sangat istimewa.
Entah dari mana pemasok narkoba ini, yang jelas setiap hari selalu ada yang mengedarkan. Sehingga sangat mudah bagi para penyalahguna narkoba ini untuk mendapatkan barang haram tersebut.
Mirisnya lagi, dijelaskan sumber tadi, diduga ada keterlibatan oknum pegawai Lapas, sehingga aksinya bisa berjalan mulus. Terkesan ada main mata dan unsur pembiaran.
Terbukti ketika ada giat razia yang dilakukan oleh petugas, maka dengan cepat para oknum-oknum yang terkait ini sigap membersihkan diri agar tidak terjadi hal-hal yang nantinya dicurigai.
“Permainan mereka ini sangat rapi dan mulus, sehingga sulit untuk dibuktikan. Namun faktanya hal itu memang benar terjadi,” ujarnya serius.
Selain maraknya peredaran narkotika, lanjut sumber tersebut, di dalam Lapas juga kerap terjadi pungutan yang dilakukan oleh pihak Lapas. Dimana setiap kali ada kegiatan di Lapas selalu meminta sejumlah uang kepada para napi, dengan nilai yang bervariasi.
Seperti kegiatan hiburan orgen tunggal beberapa waktu yang lalu juga dipungut biaya. Kemudian pindah kamar, napi juga dipungut biaya. Bisa dikatakan setiap ada kegiatan yang dilaksanakan selalu ada pungutan kepada para napi.
Ironisnya, keluarga napi pun bahkan diminta uang jika hendak membesuk senilai Rp 100 per orang. Dengan demikian, biaya hidup di Lapas dinilai cukup mahal.
Hal itu pun diakui oleh salah satu warga binaan dan beberapa mantan napi Lapas Kelas II B Kayuagung, yang tak menampik adanya pungutan itu. Termasuk peredaran narkoba memang benar adanya.
Dan yang tak kalah mencengangkan lagi, para napi warga binaan di Lapas tersebut bisa bebas membawa alat komunikasi handphone di dalam Lapas, padahal jelas hal itu dilarang. Dengan catatan mereka yang membawa handphone harus membayar uang dengan besaran berkisar antara Rp 2 ribu hingga Rp 5 ribu per malam.
Dengan rincian bayar Rp 2 ribu per malam untuk kategori handphone non android atau HP kecil, yang lebih dikenal HP senter. Kemudian Rp 5 ribu per malam untuk kategori handphone android alias HP besar.
Mirisnya lagi, saat dilakukan razia semuanya dikondisikan, petugas akan mengambil semua handphone yang ada sehingga seolah-olah tampak disiplin.
Namun setelah selesai pers release atau gelar razia, maka HP yang diambil tadi akan dikembalikan ke masing-masing pemilik, dengan syarat menebus dengan besaran Rp 20 ribu untuk HP kecil dan Rp 50 ribu untuk HP besar.
Jadi semuanya terarah dan dikondisikan oleh kepala kamar, yang selanjutnya kepala kamar akan menyerahkan kepada oknum petugas Lapas.
Oleh karena hal itulah, dalam waktu dekat LSM SIRA Sumsel akan menggelar aksi demo di kantor Kemenkum HAM RI guna segera menindaklanjuti persoalan yang terjadi di Lapas Kelas II B Kayuagung, karena hal itu berdampak negatif bagi para napi. Serta memanggil, memeriksa, dan pidanakan semua pihak yang terlibat didalamnya, jangan sampai merusak nama baik dan citra Kemenkum HAM RI.
Aksi demo yang akan digelar itu pun sempat viral karena diunggah ke akun TikTok.
Sementara itu, saat dikonfirmasi melalui via WhatsApp (WA), Kepala Lapas Jepri Gunting melalui Kasi Binadik, Yusuf, belum memberikan tanggapannya sampai berita ini diterbitkan. (Ludfi)