Beranda Hukum & Kriminal Ganti Kerugian Bagi Korban Salah Tangkap, Ini Hak yang Harus Ditegakkan

Ganti Kerugian Bagi Korban Salah Tangkap, Ini Hak yang Harus Ditegakkan

16
0
BERBAGI

OKI, BERITAANDALAS.COM – Salah tangkap adalah tindakan penangkapan atau penahanan seseorang oleh pihak berwajib tanpa alasan yang sah atau tanpa bukti yang cukup. Hal ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang serius, karena korban salah tangkap dapat mengalami berbagai kerugian, baik fisik, psikologis, maupun sosial.

Kerugian psikologis muncul akibat stigma sosial yang melekat setelah kejadian tersebut, meskipun akhirnya terbukti tidak bersalah. Secara sosial, salah tangkap dapat merusak reputasi serta mengganggu kehidupan sosial korban.

Praktisi hukum Aulia Aziz Al Haqqi SH MH menyatakan, bahwa negara dan aparat penegak hukum bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat salah tangkap tersebut.

“Hal ini sejalan dengan prinsip negara sebagai pelaksana HAM yang harus menjamin kebebasan dan perlindungan hukum bagi warganya. Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia, salah tangkap dapat berujung pada tuntutan terhadap negara dan aparat yang melakukan tindakan tersebut,” ungkap advokat sekaligus konsultan hukum tersebut, Rabu (5/3/2025).

Korban salah tangkap berhak mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dialami, baik secara materiil maupun immateriil. Ganti rugi ini dapat berupa kompensasi finansial, pemulihan nama baik, atau permintaan maaf resmi dari pihak yang berwenang.

“Selain itu, aparat yang melakukan salah tangkap dapat dikenai sanksi disipliner, seperti pemecatan, penghentian jabatan, atau sanksi lainnya. Bahkan dalam beberapa kasus, aparat yang bersalah juga dapat dikenakan tuntutan pidana jika terbukti melakukan pelanggaran hukum yang lebih berat,” lanjut Aziz.

Di Indonesia, dasar hukum yang memberikan hak atas ganti kerugian bagi korban salah tangkap dapat ditemukan dalam beberapa peraturan perundang-undangan.

Pertama, Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, termasuk hak untuk tidak menjadi korban salah tangkap.

Kedua, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Pasal 98 menyebutkan bahwa seseorang yang ditahan atau ditangkap secara tidak sah berhak atas ganti kerugian. Jika proses penahanan atau penangkapan terbukti salah atau tidak sah, korban dapat menuntut kompensasi.

Ketiga, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga memberikan perlindungan hukum terhadap setiap individu yang menjadi korban pelanggaran HAM, termasuk kesalahan dalam penangkapan.

“Di Indonesia, ganti kerugian bagi korban salah tangkap diatur dalam beberapa ketentuan hukum. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 95 KUHAP menyatakan bahwa seseorang yang ditahan atau diproses hukum secara tidak sah berhak mendapatkan ganti kerugian. Ketentuan ini menjadi dasar bagi korban untuk memperoleh pemulihan atas kerugian yang dialaminya,” jelas Aziz.

Aziz juga menambahkan bahwa Pasal 33 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia mengatur pemberian ganti kerugian bagi korban pelanggaran HAM, termasuk kategori salah tangkap oleh aparat penegak hukum.

Korban salah tangkap berhak memperoleh ganti kerugian yang mencakup beberapa jenis, baik materiil maupun immateriil. Kerugian materiil mencakup semua kerugian finansial akibat penangkapan atau penahanan yang salah, seperti kehilangan pekerjaan, biaya pengobatan jika terjadi kekerasan selama penangkapan, atau biaya hukum yang harus ditanggung korban.

Kerugian immateriil mencakup penderitaan emosional atau psikologis yang dialami korban, seperti stres, kehilangan reputasi, serta dampak negatif pada hubungan sosial dan keluarga akibat penangkapan yang salah.

Meskipun hukum Indonesia memberikan hak kepada korban salah tangkap untuk mendapatkan ganti kerugian, tantangan dalam pelaksanaannya masih ada. Proses hukum yang panjang dan terbatasnya pengetahuan korban mengenai hak-hak mereka menjadi isu yang perlu mendapat perhatian lebih.

“Oleh karena itu, dibutuhkan upaya lebih lanjut dari pemerintah dan lembaga terkait untuk memastikan bahwa hak-hak korban salah tangkap terlindungi dengan baik serta agar korban memperoleh keadilan yang sepatutnya,” pungkas Aziz. (Ludfi)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here