OKI, BERITAANDALAS.COM – Putusan hakim merupakan wujud akhir dari proses peradilan yang diharapkan dapat mencerminkan keadilan, objektivitas, dan integritas dalam sistem hukum.
Namun dalam praktiknya, terkadang ada putusan hakim yang melanggar kode etik hakim, yang pada gilirannya bisa merusak citra dan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui upaya hukum yang dapat ditempuh terhadap putusan hakim yang dianggap melanggar kode etik tersebut.
Aulia Aziz SH MH selaku advokat sekaligus konsultan hukum kepada awak media mengatakan, kode etik ini ditetapkan oleh Komisi Yudisial (KY) dengan tujuan untuk menjaga agar hakim menjalankan peranannya secara profesional, adil, jujur dan tidak memihak.
“Kode etik ini juga berfungsi sebagai acuan dalam menjaga kualitas keputusan yang dihasilkan oleh hakim agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku,” ujar Aziz, Selasa (25/2/2025).
Lebih lanjut Aziz menyebutkan beberapa prinsip utama dalam kode etik hakim antara lain:
- Independensi: Hakim harus bebas dari pengaruh luar dalam mengambil keputusan.
- Objektivitas: Putusan hakim harus berdasarkan pada fakta dan bukti yang ada, serta berlaku adil bagi semua pihak.
- Integritas: Hakim harus menjaga perilaku yang tidak tercela dan menghindari konflik kepentingan. Jika hakim melanggar prinsip-prinsip tersebut, maka dapat dianggap sebagai pelanggaran kode etik.
Ia juga kembali menjelaskan terkait pelanggaran kode etik oleh hakim dapat berupa berbagai tindakan, antara lain:
- Penyalahgunaan Wewenang: Misalnya, hakim memutuskan perkara berdasarkan hubungan pribadi atau tekanan dari pihak tertentu.
- Tidak Objektif: Hakim mengambil keputusan yang tidak berdasarkan pada bukti yang sah atau memilih pihak tertentu secara tidak adil.
- Korupsi atau Gratifikasi: Terlibat dalam praktik suap atau menerima hadiah terkait dengan putusan yang dijatuhkan.
- Perilaku Tidak Etis: Seperti menggunakan bahasa yang tidak pantas atau perilaku yang merendahkan martabat pihak-pihak dalam persidangan.
Ia juga memaparkan bahwa terdapat beberapa jalur hukum yang dapat ditempuh oleh pihak yang merasa dirugikan akibat pelanggaran kode etik oleh hakim:
1.Laporan ke Komisi Yudisial (KY)
Komisi Yudisial memiliki wewenang untuk mengawasi perilaku hakim. Jika terdapat dugaan pelanggaran kode etik, pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan laporan kepada Komisi Yudisial.
2. Upaya Banding dan Kasasi
Jika keputusan hakim dalam perkara tertentu dianggap tidak sesuai dengan hukum atau menyalahi prosedur, pihak yang dirugikan dapat mengajukan banding ke pengadilan tingkat lebih tinggi atau kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, hal ini lebih berkaitan dengan keputusan hukum dan substansi perkara, bukan pelanggaran kode etik.
Peran Majelis Kehormatan Hakim (MKH) dalam Memberhentikan Hakim Nakal
Majelis Kehormatan Hakim (MKH) adalah lembaga yang bertugas untuk memeriksa dan memutuskan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim.
MKH memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi terhadap hakim yang terbukti melanggar kode etik, mulai dari sanksi ringan, seperti teguran, hingga pemberhentian dengan tidak hormat. Peran MKH dalam menjaga independensi dan integritas lembaga peradilan sangat vital.
“MKH tidak hanya bertugas untuk mengawasi perilaku hakim, tetapi juga untuk memastikan bahwa setiap hakim yang melanggar kode etik diberikan sanksi yang sesuai,” jelas Aziz.
Langkah-langkah yang diambil oleh MKH dalam upaya memberhentikan hakim nakal antara lain:
a. Pemeriksaan dan Penyelidikan
MKH melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seorang hakim. Pemeriksaan ini dilakukan dengan sangat hati-hati, dengan mengumpulkan bukti-bukti, mendengarkan kesaksian, dan melakukan klarifikasi dengan berbagai pihak terkait.
b. Sidang MKH
Jika hasil penyelidikan mengarah pada dugaan pelanggaran kode etik yang serius, MKH akan mengadakan sidang untuk memeriksa dan mengadili hakim yang terduga melakukan pelanggaran. Sidang ini bertujuan untuk memastikan apakah hakim tersebut memang bersalah dan seberapa berat pelanggaran yang dilakukannya.
c. Penjatuhan Sanksi
Jika terbukti melakukan pelanggaran, MKH dapat menjatuhkan berbagai jenis sanksi, termasuk pemberhentian Hakim dengan tidak hormat.
“Pemberhentian hakim nakal dari jabatannya adalah langkah yang tegas untuk menjaga kredibilitas dan integritas lembaga peradilan dan MKH bertanggung jawab untuk memberikan sanksi yang tepat agar hakim yang nakal tidak merusak sistem peradilan lebih lanjut,” pungkas Aziz. (*)