Beranda Hukum & Kriminal Dampak Sosial dalam Kasus Perselingkuhan, Praktisi Hukum Beri Penjelasan

Dampak Sosial dalam Kasus Perselingkuhan, Praktisi Hukum Beri Penjelasan

27
0
BERBAGI

OKI, BERITAANDALAS.COM – Perselingkuhan sering dianggap sebagai pelanggaran kesetiaan dalam pernikahan yang tidak hanya berdampak secara emosional, tetapi juga memiliki konsekuensi hukum.

Di Indonesia, tindakan perselingkuhan sendiri tidak secara eksplisit dikategorikan sebagai tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, jika perbuatan tersebut melanggar pasal-pasal tertentu dalam KUHP, maka bisa berujung pada sanksi pidana.

Praktisi hukum muda yang juga merupakan Advokat dan Konsultan Hukum, Aulia Aziz Al Haqqi SH MH menjelaskan, bahwa dalam hukum pidana Indonesia, perselingkuhan tidak secara langsung dikriminalkan.

“Namun, jika perselingkuhan melibatkan perzinaan sebagaimana diatur dalam Pasal 284 dan 285 KUHP, maka bisa dikenakan hukuman. Pasal 284 KUHP mengatur tentang perzinaan, yang memungkinkan pelaku yang berzina dengan pasangan yang telah menikah dikenakan sanksi pidana,” ujar Aziz, Rabu (12/2/2025).

Lebih lanjut ia menambahkan, bahwa Pasal 285 KUHP juga dapat digunakan dalam kasus perselingkuhan, terutama jika terbukti adanya hubungan terlarang dengan pasangan yang telah menikah.

“Dengan dasar tersebut, suami atau istri yang melakukan perzinaan dengan orang lain bisa dikenakan pidana,” tegasnya.

Selain sanksi pidana, perselingkuhan juga memiliki dampak dalam ranah hukum perdata, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

“Dalam undang-undang ini, salah satu alasan perceraian adalah perbuatan zina atau perselingkuhan, yang mengacu pada hubungan seksual di luar pernikahan. Jika salah satu pasangan terbukti berselingkuh, pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan cerai di pengadilan,” jelas Aziz.

Jika perselingkuhan terbukti, pengadilan berwenang untuk memutuskan perceraian serta menentukan hak-hak terkait, seperti hak asuh anak dan pembagian harta bersama.

“Namun, meskipun perselingkuhan dapat berkonsekuensi hukum pidana, dalam praktiknya banyak kasus perselingkuhan lebih sering diselesaikan di pengadilan perdata melalui perceraian. Hal ini disebabkan oleh sulitnya membuktikan adanya perzinaan secara hukum,” pungkasnya.

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) H. Syarip S.Ag M.Pd.I turut memberikan pandangannya mengenai dampak negatif perselingkuhan, baik dari segi hukum agama maupun sanksi sosial di masyarakat.

“Perselingkuhan membawa banyak kerugian, mulai dari aspek agama, keimanan, masa depan, kehidupan anak-anak, hingga nasib rumah tangga itu sendiri. Selain itu, ada pula sanksi sosial yang harus ditanggung oleh pelaku. Oleh karena itu, berpikirlah matang sebelum melakukan sesuatu yang jelas salah, baik dari segi hukum negara maupun agama,” tegasnya.

“Dengan demikian, perselingkuhan bukan hanya merusak kepercayaan dalam rumah tangga, tetapi juga dapat menimbulkan dampak hukum serta stigma sosial yang berkepanjangan,” pungkas dia. (Ludfi)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here